Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan
sementum, yang disebabkan oleh aktifitas suatu jasad renik dalam suatu
karbohidrat yang dapat diragikan (Kidd, 2018). Karies gigi yang disebut juga
lubang gigi merupakan suatu penyakit dimana bakteri merusak struktur jaringan
gigi yaitu enamel, dentin dan sementum. Jaringan tersebut rusak dan menyebabkan
lubang pada gigi. Karies gigi bersifat kronis dan dalam perkembangannya
membutuhkan waktu yang lama, sehingga sebagian besar penderita mengalaminya
seumur hidup (Sumawinata dan Tmis, 2000)
Beberapa faktor risiko karies gigi
diantaranya ialah faktor internal seperti pengalaman karies, oral hygiene, plak
gigi, susunan gigi, kebiasaan konsumsi kariogenik, praktik sikat gigi dan faktor
eksternal seperti seperti usia, jenis kelamin, ras dan budaya, merokok, status
ekonomi, dan tingkat pendidikan (Sumawinata et al, 2000) Karies dapat terjadi
bila ada faktor penyebab yang saling berhubungan dan mendukung, yaitu host
(saliva dan gigi), mikroorganisme, substrat dan waktu (Kidd, 2018).
Faktor
Risiko Internal Karies :
1. Susunan Gigi
Menurut penilitian dari jurnal,
susunan gigi berjejal berisiko mengalami karies dibandingkan dengan susunan gigi
yang teratur. Beberapa kondisi maloklusi seperti gigi berjejal memiliki pengaruh terhadap kejadian karies pada gigi permanen. Kondisi gigi geligi yang berjejal
mengakibatkan makanan terselip disela-sela gigi dan sulit untuk dibersihkan, hal
ini akan terus berlanjut hingga sisa makanan tersebut diakumulasikan oleh
bakteri membentuk kalkulus kemudin menjadi pemicu terjadinya karies atau gigi
berlubang, penyakit gusi (gingivitis), dan yang lebih parah dapat terjadi kerusakan jaringan pendukung gigi (periodontitis) (Praptiningsih et al, 2012)
2.
pH Saliva
Menurut penilitian dari jurnal, pH saliva sedang berisiko
mengalami karies gigi dibandingkan dengan pH saliva normal. Penurunan pH saliva
dapat menyebabkan demineralisasi elemen-elemen gigi dengan cepat, sedangkan
kenaikan pH dapat membentuk kolonisasi bakteri yang menyimpan juga meningkatnya
pembentukan kalkulus. Derajat keasaam dan kapasistas buffer saliva salah satunya dipengaruhi oleh makanan/minuman yang masuk ke dalam tubuh mulut melalui lulut
yang dapat menyebabkan ludah bersifat asam maupun basa. Ketika seseorang telah
mengkonsumsi makanan terutama makanan manis dan lengket seperti coklat, maka pH
saliva akan menurun dari pH saliva normal ke asam (Utama, 2013)
3.
Skor Plak
Menurut penilitian dari jurnal, bahwa skor plak sedang berisiko
mengalami karies gigi dibandingkan dengan skor plak baik. Plak akan tumbuh dan
melekat pada permukaan gigi bila kita mengabaikan kebersihan gigi dan mulut.
Plak merupakan media lunak non mineral yang menempel erat pada gigi. Setelah 24
jam terbentuk koloni mikroorganisme di pelikel akan terikat bahan lain misalnya
karbohidrat dan unsur-unsur yang ada dalam saliva lalu terbentuklah plak
4.
Komponen Konsumsi Gula
Menurut penilitian dari jurnal, bahwa komponen konsumsi glukosa tinggi berisiko
mengalami karies gigi dibandingkan dengan komponen konsumsi glukosa rendah.
Jenis karbohidrat yang bersifat fermentasi (seperti glukosa, sukrosa, fruktosa
atau pati yang telah dimasak) dapat dimetabolisme oleh bakteria yang bersifat
asidogenik dan membuat asam organik sebagai produknya (Moynihan, 2004). Asam
menyebar melalui plak dan kedalam enamel bawah permukaan pori (dentin, bila
terpapar), terpisah untuk menghasilkan ion hidrogen ketika proses sedang
berlangsung.Ion hidrogen dengan mudah melarutkan mineral, membebaskan kalsium,
dan fosfat dalam larutan yang dapat menyebar dari gigi. Asam laktat dengan lebih
mudah memisahkan dibandingkan asam lainnya, menghasilkan ion hidrogen dengan
cepat menurunkan pH dalam plak. Maka pH diturunkan, asam dengan cepat menyebar
kedalam enamel ataupun dentin (Sari, 2004).
DAFTAR PUSTAKA
1. Kidd EAM, Bechal
SJ. Dasar-dasar Karies Gigi: Penyakit dan Penanggulangannya. Jakarta: EGC; 2012.
p. 1, 41-44.
2. Sumawinata N. Evaluasi dan pengendalian faktor risiko karies.
JKG UI. 2000;p. 418–9.
3. Tmis T, I D. Socioeconomic status and oral health. J
Prev Med. 2005;13(2):p. 3–5.
4. Petersen PE. The World oral health report 2003
who global oral health programme. Community Dent Oral Epidemiol. 2003;31 Suppl
1:p. 3–23.
5. Karies Gigi Masalah Kesehatan Serius di Indonesia [Internet].
Jakarta; 2011 [cited 2017 Mar 28].
http://www.beritasatu.com/kesehatan/14088-karies-gigimasalahkesehatanserius-diindonesia.html
6. Anggraini NLPM, Hutomo LC, Wirawan IMA. Hubungan tingkat keparahan maloklusi
berdasarkan icon (index of complexity, outcome and need dengan risiko karies
ditinjau dari lama perlekatan plak pada remaja di smpn 2 marga. 2017;1(2):p. 70.
7. Quroti A, Hendrartini J, Supartinah A. pengaruh keadaan rongga mulut,
perilaku ibu, dan lingkungan terhadap risiko karies pada anak. 2016;2(2):p. 88.
8. Utama S. Hubungan antara plak gigi dengan tingkat keparahan karies gigi anak
usia prasekolah. Insisiva Dent J. 2013;2(2):p. 13.
9. Moynihan P, Petersen PE.
Diet, nutrition and the prevention of dental diseases. Public Health Nutr.
2004;7(1A):p. 12.
10. Featherstone JD. The science and practice of caries
prevention. J Am Dent Assoc. 2000;131(7):p. 887– 9.
11. Sari SA. Hubungan
kebiasaan menggosok gigi dengan timbulnya karies gigi pada anak usia sekolah
kelas 4-6 di sdn ciputat 6 tangerang selatan provinsi banten tahun 2013.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta; 2014: p. 31, 47-52.
0 comments:
Post a Comment